berita69.org, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) diharapkan dapat melakukan pembebanan uang pengganti dan eksekusi penyitaan kasus penyimpangan timah sesuai aturan yang berlaku.
Hal itu disampaikan kuasa hukum terdakwa Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), Robert Indarto, Handika Honggowongso.
Handika turut menanggapi pernyataan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, yang menyebut bahwa untuk menutupi kerugian dari kasus manipulasi PT Timah maka akan dilakukan penyitaan aset para tersangka.
Baca Juga
- Top 3: Daftar Aset Milik Bos Sriwijaya Air Hendry Lie yang Disita Kejaksaan Agung
- PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Tom Lembong Hari Ini, Senin 18 November 2024
- RDP dengan Jaksa Agung, Hinca Demokrat Pertanyakan Perkembangan Kasus Geomembrane
“Jadi jelas tidak bisa jumlah kerugian domisili dalam dakwaan sebesar Rp300 triliun dibebankan semua pada terdakwa,” tutur Handika kepada wartawan, Kamis (21/11/2024).
Advertisement
Menurutnya, pernyataan bahwa kerugian republik dapat ditutupi karena adanya uang pengganti pun tidak bisa dilakukan atas dasar pengembalian kerugian republik saja.
Sebab, jumlah pembebanan uang pengganti yang bisa dibebankan kepada terdakwa dibatasi, yaitu sebanyak-banyaknya sama dengan hasil kekayaan yang didapat dari hasil tindak pidana penyelewengan.
“Dengan demikian, mohon kepada Kejagung dalam pembebanan uang pengganti betul-betul menaati Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor, tidak melampui batas limitatifnya,” jelas dia.
Sementara itu, lanjutnya, PT Timah sejak 2015-2022 telah memberikan kompensasi Rp26 triliun atas biaya penambangan biji timah sebanyak 154 ribu ton kepada para mitra tambang, termasuk masyarakat.
Sehingga, terdakwa yang terseret kasus ini tidak menikmatinya.
Adapun kerugian kerusakan lingkungan alami yang disebabkan kasus pengelabuan komoditas timah ditaksir mencapai Rp271 triliun.
Handika mengatakan, PT Timah sudah menutupi permasalahan itu dengan program dan jaminan reklamasi pemulihan.
Selain itu, sebanyak Rp 3 triliun yang telah dibayarkan ke lima smelter digunakan untuk biaya pengolahan dan pemurnian timah dengan nilai habis Rp 2,8 triliun, selebihnya adalah keuntungan.
“Dan wilayah hukum pun sebenarnya sudah untung, bukannya rugi.
Buktinya ada pembayaran royaliti dan pajak, baik dari PT Timah ataupun lima smelter yang jumlah totalnya sekitar Rp 2 triliunan,” ungkapnya.
“Namun demikian, apa yang disampaikan oleh pihak Kejagung itu terkait pembebanan Rp332 triliun, itu bisa saja dilakukan apabila Kejaksaan menempuh upaya gugatan perdata, bukan pakai jalur pidana Tipikor,” Handika menandaskan.